BAHASA INDONESIA SEBAGAI CITRA EKSPRESIF GENERASI MUDA DALAM KONTEKS KEKINIAN
Pendahuluan
Bahasa
sebagai alat vital dalam penyampaian pesan, maksud, dan tujuan menjadi wadah
paling mudah untuk menyebarluaskan segala unsur-unsur populer dalam lingkungan
masyarakat. Dalam pengertian ilmiah, bahasa dimaknai sebagai sebuah sistem
lambang bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, dan beragam yang
digunakan oleh sekelompok orang untuk kepentingan berkomunikasi. Secara
tradisional, bahasa merupakan alat untuk berinteraksi atau berkomunikasi, dalam
arti sebagai alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, dan perasaan.
Fungsi
bahasa sebagai alat komunikasi manusia baik dalam bentuk lisan maupun tulisan,
pada hakikatnya merupakan sebuah sistem yang terdiri atas beberapa unsur yang
saling mendukung. Fungsi ini selanjutnya diejawantahkan dalam beberapa fungsi,
yaitu sebagai bentuk ekspresi, informasi, eksplorasi, persuasi, dan sebagai
hiburan. Kelima fungsi dasar ini apabila dimaknai secara utuh maka akan memberi
sumbangsih dalam upaya generasi bangsa ini mempertahankan eksistensi dan
identitas bangsa dalam dinamika pengembangan dan pemakaian bahasa Indonesia. Bahasa
Indonesia sebagai bahasa kedua dalam komunikasi keseharaian – setelah bahasa
ibu (bahasa pertama) – merupakan bentuk ekspresi komunikasi masyarakat
Indonesia. Secara tidak langsung, upaya untuk melestarikan pemakaian bahasa
Indonesia yang baik dan benar akan membentuk kepribadian masyarakat, khususnya generasi
muda sebagai elemen tangguh bangsa dalam mempertahankan peradaban bangsa, yaitu
bangga menggunakan bahasa Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri yang
sifatnya kondisional.
Bahasa
berperan meliputi segala aspek kehidupan manusia, salah satunya adalah untuk
memperlancar proses sosial manusia. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan,
dan bahasalah yang memungkinkan pengembangan kebudayaan sebagaimana yang kita
kenal sekarang ini. Bahasa tidak hanya berperan sebagai alat integrasi sosial,
tetapi juga sebagai alat adaptasi sosial di mana Indonesia memiliki bahasa yang
majemuk. Kemajemukan ini membutuhkan satu alat sebagai pemersatu keberagaman
tersebut, yaitu bahasa Indonesia.
Permasalahan
Seiring
dengan perkembangan zaman, penggunaan bahasa Indonesia baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam lingkup media secara luas, mulai menampakkan adanya
pergeseran ke arah arus modernitas yang ditandai dengan maraknya penggunaan
bahasa remaja, atau sering pula diartikan sebagai bahasa gaul. Kehadiran bahasa
gaul berjalan beriringan dengan konsep kebudayaan populer di Indonesia. Modernitas dalam prinsip globalisasi
menggiring bahasa pada pola komunikasi yang lintas bahasa atau mencampuradukkan
keduanya. Pemerolehan istilah-istilah asing menjadi elemen penghambat dalam
upaya mengembangkan bahasa Indonesia. Substansi masalah bahasa Indonesia
bergeser pada aspek tidak adanya masyarakat (generasi muda) yang menggunakan
bahasa yang baik dan benar.
Kalangan
remaja yang terkontaminasi dengan modernitas kini latah menjadikan bahasa
Indonesia amburadul penggunaannya dalam diskursus sosialitas. Kompleksitas
masalah ini memberi fenomena atau gejala kesalahan penggunaan bahasa. Situasi
dan kondisi kini tidak lagi menjadi faktor yang harus diperhatikan dalam
berkomunikasi. Selain itu, beberapa masalah lahir lahir di permukaan karena
percepatan media komunikasi yang menjadi jembatan masalah. Saat ini, Indonesia
tidak bisa membendung masuknya media hiburan ke dalam sosial masyarakat sebagai
sebuah gaya hidup. Ekspresif dalam hal berkomunikasi lebih ditekankan oleh
generasi muda dengan memasukan istilah-istilah asing yang diproduksi oleh media
hiburan. Pada akhirnya, hal ini seperti sebuah stimulus untuk merusak citra
bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia dalam Konteks
Kekinian
Salah satu fakta bahasa Indonesia yang tidak bisa kita tampak saat ini
adalah persentuhannya dengan bahasa-bahasa lain yang pada akhirnya melahirkan
interferensi bahasa. Glokalisasi telah melahirkan bentuk kebahasaan baru yang
menyebabkan bahasa dan penuturnya tidak stabil. Fenomena anak muda saat ini
yang kerap mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing – misalnya
bahasa Inggris – memunculkan fenomena-fenomena kebahasaan yang amburadul. Hal
ini menyudutkan kita pada satu pemikiran untuk mempertanyakan rasionalitas
berbahasa para penutur bahasa, khususnya kalangan anak muda yang
bermetamorfosis dalam istilah-istilah asing bahasa tertentu yang diadopsi, baik
dari sosial media maupun jargon-jargon yang dilahirkan dari media hiburan.
Fenomena kebahasaan yang dewasa ini terjadi sejatinya terdapat hal
mendasar di balik gejala-gejala tersebut. Dalam tubuh masyarakat bahasa ini
terdapat fakta kemelorotan kemampuan membuat distingsi-distingsi bentuk
kebahasaan. Banyak orang yang tidak mampu membedakan bentuk yang benar dan
keliru. Jika pun ada sebagian orang yang tahu dan mampu berbahasa dengan baik,
mereka cenderung mengabaikan dan tidak memiliki kepedulian pada kenyataan
tersebut. Jadi, rasionalitas berbahasa masyarakat sangat rendah dan
terdegradasi dalam praktik-praktik berbahasa yang tidak taat asas.
Fakta kemunduran pola dan budaya komunikasi dengan tatanan bahasa yang
baik dan benar berujung pula pada menipisnya substansial budaya yang
mewadahinya. Cara berpikir masyarakat merupakan kontrol berbahasanya sehingga
bahasa sebagai prevoir budaya harus benar-benar dipahami sebagai bagian dari
peningkatan kualitas individu dan sosialitas.
Bahasa Indonesia dan Minat
Generasi Muda yang Menurun
Minat
merupakan suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu yang menjadi kekuatan
di dalam dan tampak di luar sebagai gerak-gerik. Dalam menjalankan fungsinya,
minat berhubungan erat dengan pikiran dan perasaan. Manusia memberi corak
dan menentukan sesudah memilih dan mengambil keputusan. Perubahan minat memilih
dan mengambil keputusan disebut keputusan kata hati. Minat berbahasa berarti
bagaimana keinginan yang timbul dari dalam hati kita dalam menguasai bahasa
dalam artian apa saja bahasa yang disukai dan bagaimana kita untuk
menguasainya. Dalam komunikasi, peranan bahasa sungguh sangat penting. Segala
informasi yang disampaikan memerlukan bahasa. Bahasa Indonesia sebagai media
komunikasi utama di Indonesia semakin menunjukkan kedewasaan dan kematangannya.
Makna yang disampaikan dalam sebuah bahasa tidak hanya terkait dengan pilihan
kata, tetapi juga cara penyampaiannya. Kridalaksana mengemukakan, bahwa
ragam bahasa adalah “variasi bahasa menurut pemakaiannya yang dibedakan menurut
topik, hubungan pelaku, dan medium pembicaraan.” Remaja masa kini lebih sering
dan senang menggunakan bahasa gaul dari pada bahasa resmi. Menurut mereka
bahasa gaul lebih nyaman, dan cocok digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
remaja masa kini menganggap penggunaan bahasa resmi terlalu kaku dan monoton,
serta tidak menampakkan kebaruan yang mencolok.
Fenomena
bahasa gaul diserap dengan begitu sempurna oleh remaja secara meluas tanpa
melalui filter yang berarti. Dunia modern dan pesatnya kemajuan teknologi
informasi, dengan serta merta membawa Indonesia menjadi salah satu negara yang
tidak bisa melepaskan diri dari kebudayaan modern atau populer. Masyarakat
Indonesia secara luas dan remaja pada khususnya menyerap dengan begitu saja
segala bentuk-bentuk modernisasi kehidupan. Sehubungan dengan semakin maraknya
penggunaan bahasa gaul yang digunakan oleh sebagian masyarakat modern utamanya
kaum remaja, maka perlu adanya tindakan dari semua pihak yang peduli terhadap
eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa persatuan,
dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
Pemikiran
akan adanya kecenderungan gaya hidup populer juga mempengaruhi pola-pola serta
praktik-praktik kebahasaan di Indonesia, utamanya dalam dunia remaja masa kini.
Generasi muda kurang siap menyikapi masuknya budaya dan bahasa asing. Akibatnya,
minat dan tren kecintaan terhadap bahasa nasional kian menurun, bahkan
memprihatinkan di kalangan muda. “Penurunan tersebut disebabkan beberapa hal,
di antaranya kurangnya minat penggalian dan pemanfaatan nilai-nilai bahasa dan
sastra. Selanjutnya ditambah lagi dengan masuknya budaya dan bahasa asing. Hal seperti
ini disayangkan mengingat di satu sisi bangsa Indonesia terus berkembang. Untuk
itu, butuh perekat persatuan dan kesatuan, salah satunya dengan terus
menggunakan dan melestarikan Bahasa Indonesia. Karena itu, peran bahasa Indonesia
harus terus dikembangkan sebagai media pembangun karakter bangsa, khususnya
dalam pergaulan lintas bangsa di dunia yang semakin mengglobal. Dalam konteks
itulah, peran pemuda dan bahasa ini sangat penting karena generasi muda sebagai
pemimpin masa depan harus dibekali kecintaan dan kemahiran berbahasa nasional.
Bahasa Gaul dan Degradasi
Eksistensi Bahasa Indonesia
Seiring dengan
perkembangan zaman, khususnya di Indonesia semakin terlihat pengaruh yang
diberikan oleh bahasa gaul terhadap bahasa Indonesia dalam penggunaan tata bahasanya. Penggunaan bahasa
gaul oleh masyarakat luas menimbulkan dampak negatif terhadap perkembangan
bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa pada saat sekarang dan masa yang akan
datang. Dewasa ini, masyarakat sudah banyak yang memakai bahasa gaul dan
parahnya lagi generasi muda Indonesia juga tidak terlepas dari pemakaian bahasa
gaul ini. Bahkan generasi muda inilah yang banyak memakai bahasa gaul daripada
pemakaian bahasa Indonesia.
Untuk
menghindari pemakaian bahasa gaul yang sangat luas di masyarakat, seharusnya
kita menanamkan kecintaan dalam diri generasi bangsa terhadap bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional. Dalam pergaulan internasional, bahasa Indonesia
mewujudkan identitas bangsa Indonesia. Seiring dengan munculnya bahasa gaul
dalam masyarakat, banyak sekali dampak atau pengaruh yang ditimbulkan oleh
bahasa gaul terhadap perkembangan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa.
Berbahasa sangat
erat kaitannya dengan budaya sebuah generasi. Kalau generasi negeri ini kian
tenggelam dalam pembususkan bahasa Indonesia yang lebih dalam, mungkin bahasa
Indonesia akan semakin sempoyongan dalam memanggul bebannya sebagai bahasa
nasional dan identitas bangsa. Dalam kondisi demikian, diperlukan pembinaan dan
pemupukan sejak dini kepada generasi muda agar mereka tidak mengikuti
pembusukan itu. Pengaruh arus globalisasi dalam identitas bangsa tercermin pada
perilaku masyarakat yang mulai meninggalkan bahasa Indonesia dan terbiasa
menggunakan bahasa gaul. Saat ini jelas di masyarakat sudah banyak adanya
penggunaan bahasa gaul dan hal ini diperparah lagi dengan generasi muda
Indonesia juga tidak terlepas dari pemakaian bahasa gaul. Bahkan, generasi muda
inilah yang paling banyak menggunakan dan menciptakan bahasa gaul di
masyarakat.
Bahasa Indonesia
masih sangat muda usianya dibandingkan dengan bahasa lainya, tidak mengherankan
apabila dalam sejarah pertumbuhannya, perkembangan bahasa asing yang lebih
maju. Seperti kita ketahui bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini
dikuasai oleh bangsa-bangsa barat. Merupakan hal yang wajar apabila bahasa
mereka pula yang menyertai penyebaran ilmu pengetahuan tersebut ke seluruh
dunia. Indonesia sebagai Negara yang baru berkembang tidak mustahil menerima pengaruh
dari Negara asing. Kemudian masuklah ke dalam bahasa Indonesia istilah-istilah
kata asing karena memang makna yang dimaksud oleh kata-kata asing tersebut
belum ada dalam bahasa Indonesia. Sesuai sifatnya sebagai bahasa represif,
sangat membuka kesempatan untuk itu.
Melihat kondisi
seperti ini, timbullah beberapa anggapan yang tidak baik. Bahasa Indonesia
dianggap sebagai bahasa yang miskin, tidak mampu mendukung ilmu pengetahuan
yang modern. Pada pihak lain muncul sikap mengagung-agungkan bahasa inggris dan
bahasa asing lainnya. Dengan demikian timbul anggapan mampu berbahasa inggris
atau bahasa asing merupakan ukuran derajat seseorang. Akhirnya motivasi untuk
belajar menguasai bahasa asing lebih tinggi daripada belajar dan menguasai
bahasa sendiri. Kenyataan adanya efek sosial yang lebih baik bagi orang yang
mampu berbahasa asing daripada berbahasa Indonesia, hal ini lebih menururnkan
lagi derajat bahasa Indonesia di mata orang awam.
Bahasa Indonesia sebagai Citra
Ekspresif Generasi Muda
Bahasa, masyarakat, dan budaya adalah tiga entintas yang berpadu. Jika
salah satunya tidak ada, maka akan menyebabkan yang lainnya tidak berjalan
sesuai dengan fungsinya. Bahasa sesungguhnya menjadi prevoir (penanda)
eksistensi budaya dari masyarakat yang membentuk kebudayaan. Masyarakat yang
maju secara otomatis akan merepresentasikan citra masyarakatnya dalam hal
berkomunikasi dan berbudaya. Bahasa Indonesia yang menjadi lingu franca dalam
sejarahnya sesungguhnya sangat erat dengan dimensi-dimensi kompleks masyarakat
yang menjadi wadahnya. Jadi, bahasa, masyarakat, dan budaya merupakan tiga
entintas yang saling berhubungan dalam eksistensinya.
Bahasa bukan hanya menjadi cermin sosial, melainkan juga cermin dari
individu yang mengucapkannya. Bahasa yang menjadi elemen terpenting dalam
berkomunikasi sekelompok masyarakat senantiasa akan bersifat dinamis dan
berkembang untuk sebuah pembaruan. Olehnya itu, kesiapan kita menggunakan –
memilih dan memilah bahasa – sangat dibutuhkan seiring sejalan dengan kemampuan
dan rasionalitas berpikir dan berprinsip dalam menggunakan bahasa. Bahasa
bersifat ekspresif sehingga kecenderungan untuk terjadinya dinamika dalam berbahasa itu terlahir karena sebuah
kreativitas dan inovasi generatif manusia sebagai penggunanya.
Sifat manusia yang memiliki kecenderungan untuk mengubah wujud
bahasanya, memberi sentuhan pada setiap komposisi bahasa yang digunakan, dan
memberi variasi komponennya merupakan upaya kecil untuk menyesuaikan diri
dengan kemampuan berbahasa dari lawan komunikasi. Artinya, ekspresivitas yang
terbentuk dalam bentuk-bentuk komunikasi adalah gambaran urgensi bahasa sangat
vital.
Generasi muda dan bahasa tidak dapat dipisahkan dalam konteks kekinian.
Penyumbang kecakapan individual terbesar lahir dari kemampuan berkomunikasi
generasi muda sehingga ketika menggunakan bahasa – padu padan dalam memilih
diksi – akan mencitrakan dirinya dalam sosialitas. Generasi muda yang
memerantikan bahasanya akan lebih ekspresif dalam budaya komunikasinya.
Pekerjaan rumah generasi muda bangsa ini adalah bagaimana bisa menjaga,
memakai, dan mampu mengembangkan bahasa Indonesia dalam koridor slogan
berbahasa yang baik dan benar. Kontaminasi terhadap bahasa dan istilah-istilah
asing yang berkembang harus lebih selektif lagi sehingga akan semakin jelas
bahwa bahasa bukan hanya sebagai social mirror bagi masyarakat yang
menggunakannya, melainkan juga sebagai individual mirror – citra diri
individu pemakainya.
Kesimpulan
Bahasa Indonesia dalam dinamikanya saat ini memiliki banyak gejala-
gejala dan seolah menjadi fenomena negatif dalam hal pemakaiannya dalam
komunikasi masyarakat. Masuknya bahasa asing, tidak selektifnya masyarakat
dalam memilih dan menggunakan istilah – yang diamburadulkan dengan istilah
asing – menjadi babak baru permasalahan kebahasaan yang secara tidak langdung
akan mengganggu transformasi bahasa pada generasi muda. Terdapat beberapa hal
mendasar yang harus dibenahi berkaitan dengan kebijakan bahasa nasional.
Politik bahasa nasional harus direvisi dan ditata ulang. Para pemakai bahasa
harus berdiri di atas pijakan berbahasa yang kokoh. Kaidah-kaidah bahasa harus
dimantapkan rumusannya dalam serangkaian penelitian bahasa sehingga generasi
muda sebagai brigde pencapaian martabat dan jati diri bangsa melalui
elemen berbahasa dapat terwujud dan ajakan untuk berbahasa yang baik dan benar
tidak hanya mewujud slogan yang tidak berkekuatan, tetapi menjadi fondasi
prinsip yang kokoh sebagai citra ekspresif generasi muda.
Referensi:
Hikmah, Nurul. 2013. “Menurunnya Minat
Generasi Muda Menggunakan Bahasa Indonesia” dalam www.bahasa.kompasiana.com,
diakses tanggal 17 September 2013.
Rahadi, Kunjana. 2009. Bahasa Prevoir Budaya. Yogyakarta: Pinus
Book Publisher.
----------------------. 2009. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
0 comments: