BAHASA INDONESIA SEBAGAI CITRA EKSPRESIF GENERASI MUDA DALAM KONTEKS KEKINIAN

September 30, 2017 Unknown 0 Comments


Pendahuluan
Bahasa sebagai alat vital dalam penyampaian pesan, maksud, dan tujuan menjadi wadah paling mudah untuk menyebarluaskan segala unsur-unsur populer dalam lingkungan masyarakat. Dalam pengertian ilmiah, bahasa dimaknai sebagai sebuah sistem lambang bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, dan beragam yang digunakan oleh sekelompok orang untuk kepentingan berkomunikasi. Secara tradisional, bahasa merupakan alat untuk berinteraksi atau berkomunikasi, dalam arti sebagai alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, dan perasaan.
Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi manusia baik dalam bentuk lisan maupun tulisan, pada hakikatnya merupakan sebuah sistem yang terdiri atas beberapa unsur yang saling mendukung. Fungsi ini selanjutnya diejawantahkan dalam beberapa fungsi, yaitu sebagai bentuk ekspresi, informasi, eksplorasi, persuasi, dan sebagai hiburan. Kelima fungsi dasar ini apabila dimaknai secara utuh maka akan memberi sumbangsih dalam upaya generasi bangsa ini mempertahankan eksistensi dan identitas bangsa dalam dinamika pengembangan dan pemakaian bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua dalam komunikasi keseharaian – setelah bahasa ibu (bahasa pertama) – merupakan bentuk ekspresi komunikasi masyarakat Indonesia. Secara tidak langsung, upaya untuk melestarikan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar akan membentuk kepribadian masyarakat, khususnya generasi muda sebagai elemen tangguh bangsa dalam mempertahankan peradaban bangsa, yaitu bangga menggunakan bahasa Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri yang sifatnya kondisional.
Bahasa berperan meliputi segala aspek kehidupan manusia, salah satunya adalah untuk memperlancar proses sosial manusia. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan, dan bahasalah yang memungkinkan pengembangan kebudayaan sebagaimana yang kita kenal sekarang ini. Bahasa tidak hanya berperan sebagai alat integrasi sosial, tetapi juga sebagai alat adaptasi sosial di mana Indonesia memiliki bahasa yang majemuk. Kemajemukan ini membutuhkan satu alat sebagai pemersatu keberagaman tersebut, yaitu bahasa Indonesia.

Permasalahan
Seiring dengan perkembangan zaman, penggunaan bahasa Indonesia baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam lingkup media secara luas, mulai menampakkan adanya pergeseran ke arah arus modernitas yang ditandai dengan maraknya penggunaan bahasa remaja, atau sering pula diartikan sebagai bahasa gaul. Kehadiran bahasa gaul berjalan beriringan dengan konsep kebudayaan populer di Indonesia.  Modernitas dalam prinsip globalisasi menggiring bahasa pada pola komunikasi yang lintas bahasa atau mencampuradukkan keduanya. Pemerolehan istilah-istilah asing menjadi elemen penghambat dalam upaya mengembangkan bahasa Indonesia. Substansi masalah bahasa Indonesia bergeser pada aspek tidak adanya masyarakat (generasi muda) yang menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Kalangan remaja yang terkontaminasi dengan modernitas kini latah menjadikan bahasa Indonesia amburadul penggunaannya dalam diskursus sosialitas. Kompleksitas masalah ini memberi fenomena atau gejala kesalahan penggunaan bahasa. Situasi dan kondisi kini tidak lagi menjadi faktor yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi. Selain itu, beberapa masalah lahir lahir di permukaan karena percepatan media komunikasi yang menjadi jembatan masalah. Saat ini, Indonesia tidak bisa membendung masuknya media hiburan ke dalam sosial masyarakat sebagai sebuah gaya hidup. Ekspresif dalam hal berkomunikasi lebih ditekankan oleh generasi muda dengan memasukan istilah-istilah asing yang diproduksi oleh media hiburan. Pada akhirnya, hal ini seperti sebuah stimulus untuk merusak citra bahasa Indonesia.


Bahasa Indonesia dalam Konteks Kekinian
Salah satu fakta bahasa Indonesia yang tidak bisa kita tampak saat ini adalah persentuhannya dengan bahasa-bahasa lain yang pada akhirnya melahirkan interferensi bahasa. Glokalisasi telah melahirkan bentuk kebahasaan baru yang menyebabkan bahasa dan penuturnya tidak stabil. Fenomena anak muda saat ini yang kerap mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing – misalnya bahasa Inggris – memunculkan fenomena-fenomena kebahasaan yang amburadul. Hal ini menyudutkan kita pada satu pemikiran untuk mempertanyakan rasionalitas berbahasa para penutur bahasa, khususnya kalangan anak muda yang bermetamorfosis dalam istilah-istilah asing bahasa tertentu yang diadopsi, baik dari sosial media maupun jargon-jargon yang dilahirkan dari media hiburan.
Fenomena kebahasaan yang dewasa ini terjadi sejatinya terdapat hal mendasar di balik gejala-gejala tersebut. Dalam tubuh masyarakat bahasa ini terdapat fakta kemelorotan kemampuan membuat distingsi-distingsi bentuk kebahasaan. Banyak orang yang tidak mampu membedakan bentuk yang benar dan keliru. Jika pun ada sebagian orang yang tahu dan mampu berbahasa dengan baik, mereka cenderung mengabaikan dan tidak memiliki kepedulian pada kenyataan tersebut. Jadi, rasionalitas berbahasa masyarakat sangat rendah dan terdegradasi dalam praktik-praktik berbahasa yang tidak taat asas.
Fakta kemunduran pola dan budaya komunikasi dengan tatanan bahasa yang baik dan benar berujung pula pada menipisnya substansial budaya yang mewadahinya. Cara berpikir masyarakat merupakan kontrol berbahasanya sehingga bahasa sebagai prevoir budaya harus benar-benar dipahami sebagai bagian dari peningkatan kualitas individu dan sosialitas.

Bahasa Indonesia dan Minat Generasi Muda yang Menurun
Minat merupakan suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu yang menjadi kekuatan di dalam dan tampak di luar sebagai gerak-gerik. Dalam menjalankan fungsinya, minat berhubungan erat dengan pikiran dan perasaan. Manusia  memberi corak dan menentukan sesudah memilih dan mengambil keputusan. Perubahan minat memilih dan mengambil keputusan disebut keputusan kata hati. Minat berbahasa berarti bagaimana keinginan yang timbul dari dalam hati kita dalam menguasai bahasa dalam artian apa saja bahasa yang disukai dan bagaimana kita untuk menguasainya. Dalam komunikasi, peranan bahasa sungguh sangat penting. Segala informasi yang disampaikan memerlukan bahasa. Bahasa Indonesia sebagai media komunikasi utama di Indonesia semakin menunjukkan kedewasaan dan kematangannya. Makna yang disampaikan dalam sebuah bahasa tidak hanya terkait dengan pilihan kata, tetapi juga cara penyampaiannya.  Kridalaksana mengemukakan, bahwa ragam bahasa adalah “variasi bahasa menurut pemakaiannya yang dibedakan menurut topik, hubungan pelaku, dan medium pembicaraan.” Remaja masa kini lebih sering dan senang menggunakan bahasa gaul dari pada bahasa resmi. Menurut mereka bahasa gaul lebih nyaman, dan cocok digunakan dalam kehidupan sehari-hari, remaja masa kini menganggap penggunaan bahasa resmi terlalu kaku dan monoton, serta tidak menampakkan kebaruan yang mencolok.
Fenomena bahasa gaul diserap dengan begitu sempurna oleh remaja secara meluas tanpa melalui filter yang berarti. Dunia modern dan pesatnya kemajuan teknologi informasi, dengan serta merta membawa Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak bisa melepaskan diri dari kebudayaan modern atau populer. Masyarakat Indonesia secara luas dan remaja pada khususnya menyerap dengan begitu saja segala bentuk-bentuk modernisasi kehidupan. Sehubungan dengan semakin maraknya penggunaan bahasa gaul yang digunakan oleh sebagian masyarakat modern utamanya kaum remaja, maka perlu adanya tindakan dari semua pihak yang peduli terhadap eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
Pemikiran akan adanya kecenderungan gaya hidup populer juga mempengaruhi pola-pola serta praktik-praktik kebahasaan di Indonesia, utamanya dalam dunia remaja masa kini. Generasi muda kurang siap menyikapi masuknya budaya dan bahasa asing. Akibatnya, minat dan tren kecintaan terhadap bahasa nasional kian menurun, bahkan memprihatinkan di kalangan muda. “Penurunan tersebut disebabkan beberapa hal, di antaranya kurangnya minat penggalian dan pemanfaatan nilai-nilai bahasa dan sastra. Selanjutnya ditambah lagi dengan masuknya budaya dan bahasa asing. Hal seperti ini disayangkan mengingat di satu sisi bangsa Indonesia terus berkembang. Untuk itu, butuh perekat persatuan dan kesatuan, salah satunya dengan terus menggunakan dan melestarikan Bahasa Indonesia. Karena itu, peran bahasa Indonesia harus terus dikembangkan sebagai media pembangun karakter bangsa, khususnya dalam pergaulan lintas bangsa di dunia yang semakin mengglobal. Dalam konteks itulah, peran pemuda dan bahasa ini sangat penting karena generasi muda sebagai pemimpin masa depan harus dibekali kecintaan dan kemahiran berbahasa nasional.

Bahasa Gaul dan Degradasi Eksistensi Bahasa Indonesia
Seiring dengan perkembangan zaman, khususnya di Indonesia semakin terlihat pengaruh yang diberikan oleh bahasa gaul terhadap bahasa Indonesia dalam penggunaan tata bahasanya. Penggunaan bahasa gaul oleh masyarakat luas menimbulkan dampak negatif terhadap perkembangan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa pada saat sekarang dan masa yang akan datang. Dewasa ini, masyarakat sudah banyak yang memakai bahasa gaul dan parahnya lagi generasi muda Indonesia juga tidak terlepas dari pemakaian bahasa gaul ini. Bahkan generasi muda inilah yang banyak memakai bahasa gaul daripada pemakaian bahasa Indonesia.
Untuk menghindari pemakaian bahasa gaul yang sangat luas di masyarakat, seharusnya kita menanamkan kecintaan dalam diri generasi bangsa terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Dalam pergaulan internasional, bahasa Indonesia mewujudkan identitas bangsa Indonesia. Seiring dengan munculnya bahasa gaul dalam masyarakat, banyak sekali dampak atau pengaruh yang ditimbulkan oleh bahasa gaul terhadap perkembangan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa.
Berbahasa sangat erat kaitannya dengan budaya sebuah generasi. Kalau generasi negeri ini kian tenggelam dalam pembususkan bahasa Indonesia yang lebih dalam, mungkin bahasa Indonesia akan semakin sempoyongan dalam memanggul bebannya sebagai bahasa nasional dan identitas bangsa. Dalam kondisi demikian, diperlukan pembinaan dan pemupukan sejak dini kepada generasi muda agar mereka tidak mengikuti pembusukan itu. Pengaruh arus globalisasi dalam identitas bangsa tercermin pada perilaku masyarakat yang mulai meninggalkan bahasa Indonesia dan terbiasa menggunakan bahasa gaul. Saat ini jelas di masyarakat sudah banyak adanya penggunaan bahasa gaul dan hal ini diperparah lagi dengan generasi muda Indonesia juga tidak terlepas dari pemakaian bahasa gaul. Bahkan, generasi muda inilah yang paling banyak menggunakan dan menciptakan bahasa gaul di masyarakat.
Bahasa Indonesia masih sangat muda usianya dibandingkan dengan bahasa lainya, tidak mengherankan apabila dalam sejarah pertumbuhannya, perkembangan bahasa asing yang lebih maju. Seperti kita ketahui bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini dikuasai oleh bangsa-bangsa barat. Merupakan hal yang wajar apabila bahasa mereka pula yang menyertai penyebaran ilmu pengetahuan tersebut ke seluruh dunia. Indonesia sebagai Negara yang baru berkembang tidak mustahil menerima pengaruh dari Negara asing. Kemudian masuklah ke dalam bahasa Indonesia istilah-istilah kata asing karena memang makna yang dimaksud oleh kata-kata asing tersebut belum ada dalam bahasa Indonesia. Sesuai sifatnya sebagai bahasa represif, sangat membuka kesempatan untuk itu.
Melihat kondisi seperti ini, timbullah beberapa anggapan yang tidak baik. Bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa yang miskin, tidak mampu mendukung ilmu pengetahuan yang modern. Pada pihak lain muncul sikap mengagung-agungkan bahasa inggris dan bahasa asing lainnya. Dengan demikian timbul anggapan mampu berbahasa inggris atau bahasa asing merupakan ukuran derajat seseorang. Akhirnya motivasi untuk belajar menguasai bahasa asing lebih tinggi daripada belajar dan menguasai bahasa sendiri. Kenyataan adanya efek sosial yang lebih baik bagi orang yang mampu berbahasa asing daripada berbahasa Indonesia, hal ini lebih menururnkan lagi derajat bahasa Indonesia di mata orang awam.

Bahasa Indonesia sebagai Citra Ekspresif Generasi Muda
Bahasa, masyarakat, dan budaya adalah tiga entintas yang berpadu. Jika salah satunya tidak ada, maka akan menyebabkan yang lainnya tidak berjalan sesuai dengan fungsinya. Bahasa sesungguhnya menjadi prevoir (penanda) eksistensi budaya dari masyarakat yang membentuk kebudayaan. Masyarakat yang maju secara otomatis akan merepresentasikan citra masyarakatnya dalam hal berkomunikasi dan berbudaya. Bahasa Indonesia yang menjadi lingu franca dalam sejarahnya sesungguhnya sangat erat dengan dimensi-dimensi kompleks masyarakat yang menjadi wadahnya. Jadi, bahasa, masyarakat, dan budaya merupakan tiga entintas yang saling berhubungan dalam eksistensinya.
Bahasa bukan hanya menjadi cermin sosial, melainkan juga cermin dari individu yang mengucapkannya. Bahasa yang menjadi elemen terpenting dalam berkomunikasi sekelompok masyarakat senantiasa akan bersifat dinamis dan berkembang untuk sebuah pembaruan. Olehnya itu, kesiapan kita menggunakan – memilih dan memilah bahasa – sangat dibutuhkan seiring sejalan dengan kemampuan dan rasionalitas berpikir dan berprinsip dalam menggunakan bahasa. Bahasa bersifat ekspresif sehingga kecenderungan untuk terjadinya dinamika  dalam berbahasa itu terlahir karena sebuah kreativitas dan inovasi generatif manusia sebagai penggunanya.
Sifat manusia yang memiliki kecenderungan untuk mengubah wujud bahasanya, memberi sentuhan pada setiap komposisi bahasa yang digunakan, dan memberi variasi komponennya merupakan upaya kecil untuk menyesuaikan diri dengan kemampuan berbahasa dari lawan komunikasi. Artinya, ekspresivitas yang terbentuk dalam bentuk-bentuk komunikasi adalah gambaran urgensi bahasa sangat vital.
Generasi muda dan bahasa tidak dapat dipisahkan dalam konteks kekinian. Penyumbang kecakapan individual terbesar lahir dari kemampuan berkomunikasi generasi muda sehingga ketika menggunakan bahasa – padu padan dalam memilih diksi – akan mencitrakan dirinya dalam sosialitas. Generasi muda yang memerantikan bahasanya akan lebih ekspresif dalam budaya komunikasinya. Pekerjaan rumah generasi muda bangsa ini adalah bagaimana bisa menjaga, memakai, dan mampu mengembangkan bahasa Indonesia dalam koridor slogan berbahasa yang baik dan benar. Kontaminasi terhadap bahasa dan istilah-istilah asing yang berkembang harus lebih selektif lagi sehingga akan semakin jelas bahwa bahasa bukan hanya sebagai social mirror bagi masyarakat yang menggunakannya, melainkan juga sebagai individual mirror – citra diri individu pemakainya.

Kesimpulan
Bahasa Indonesia dalam dinamikanya saat ini memiliki banyak gejala- gejala dan seolah menjadi fenomena negatif dalam hal pemakaiannya dalam komunikasi masyarakat. Masuknya bahasa asing, tidak selektifnya masyarakat dalam memilih dan menggunakan istilah – yang diamburadulkan dengan istilah asing – menjadi babak baru permasalahan kebahasaan yang secara tidak langdung akan mengganggu transformasi bahasa pada generasi muda. Terdapat beberapa hal mendasar yang harus dibenahi berkaitan dengan kebijakan bahasa nasional. Politik bahasa nasional harus direvisi dan ditata ulang. Para pemakai bahasa harus berdiri di atas pijakan berbahasa yang kokoh. Kaidah-kaidah bahasa harus dimantapkan rumusannya dalam serangkaian penelitian bahasa sehingga generasi muda sebagai brigde pencapaian martabat dan jati diri bangsa melalui elemen berbahasa dapat terwujud dan ajakan untuk berbahasa yang baik dan benar tidak hanya mewujud slogan yang tidak berkekuatan, tetapi menjadi fondasi prinsip yang kokoh sebagai citra ekspresif generasi muda.



Referensi:
Hikmah, Nurul. 2013. “Menurunnya Minat Generasi Muda Menggunakan Bahasa Indonesia” dalam www.bahasa.kompasiana.com, diakses tanggal 17 September 2013.
Rahadi, Kunjana. 2009. Bahasa Prevoir Budaya. Yogyakarta: Pinus Book Publisher.
----------------------. 2009. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

You Might Also Like

0 comments: