ANALISIS CERITA RAKYAT
ANALISIS UNSUR INTRINSIK
DAN EKSTRINSIK CERITA RAKYAT MUNA:
Putri Kembar Wa Sama
Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola
Karya sastra merupakan bagian dari seni yang
mengandung unsur kehidupan yang menimbulkan rasa senang, nikmat, terharu,
memarik perhatian dan menyegarkan perasaan penikmanya (Taum, 1997:15). Seni
bersifat universal dan sudah ada sejak zaman purba. Seni dapat menjadi
kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk hidup. Lain halnya dengan benda
mati. Sensivitas mencapai puncaknya dalam diri manusia. Badan mencatat
sensasi-sensasi itu dengan sendirinya, lalu melahirkan reaksi. Reaksi-reaksi
ini muncul dimungkinkan berkat kelima indera manusia. Indera-indera ini
berkaitan satu sama lain. Lagi pula sensasi-sensasi ini dicatat dalam otaknya
(Dipayana, 2005:61)
Seni adalah keahlian membuat karya yang bermutu
(dilihat dari segi keindahannya, kehalusannya dan sebagainya), karya yang
diciptakan dengan keahlian yang luar biasa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:1037).
Menurut Mulyana, seni adalah ilham yang lahir dalam bentuk yang tepat (Badrun,
1998:61). Seni mengkomunikasikan sesuatu, baik menyangkut sense, kehidupan yang lebih luas maupun ekspresi perasaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seni adalah
segala sesuatu yang indah terkesan, dan menarik perhatian. Oleh karena itu,
manusia akan merasakan dan menikmatinya. Ada berbagai macam seni dalam
kehidupan yang biasa manusia disebut dengan karya seni. Karya seni tersebut dapat digolongkan ke
dalam seni suara, seni tari, seni pahat, seni lukis, dan seni sastra.
Untuk merumuskan sastra secara sempurna, tidaklah
mudah sebagaimana ilmu estetika. Namun demikian, untuk mempelajari suatu cabang
ilmu pengetahuan secara teliti, maka setiap orang selalu berusaha menemukan
defenisi guna mengetahui tentang batasan permasalahan ilmu yang bersangkutan.
Sastra adalah bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang
dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari) (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2003:1001). Sastra salah satu karya tulis, yang jika dibandingkan
dengan karya tulis lainnya memiliki berbagai ciri keunggulan seperti
keorisinalan, kertistikasn, serta keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sugono,
2003:159). Seperti yang diungkapkan Semi (1985:7) sastra merupakan satu istilah
payung yang meliputi sejumlah kegiatan
penyimakan atau pembacaan naskah pamflet, majalah, dan buku.
Menurut Zaidan (2000:181) sastra adalah tulisan dalam
arti yang luas, umumnya sastra berupa teks rekaan, baik puisi maupun prosa,
yang nialainya tergantung pada kedalaman dan ekspresi jiwa . Dalam seni sastra, seorang penulis
menuangkan imajinasinya dalam kreativitas ide yang sedang berada dalam otaknya.
Imajinasi tersebut dihubungkan dengan kehidupan manusia, baik kehidupan yang
telah lalu, masa kini, maupun masa yang akan datang. Namun tidak sedikit pula
para penulis hanya bermain dengan imajinasiya. Imanjinasi tersebut akan
dirangkai dakam kata-kata yang indah, halus, dan dapat dimengerti dan dipahami
oleh orang lain, dalam hal pembaca
misalnya dalam sebuah cerita rakyat. Meskipun wujud ceritanya klasik,
tetapi dapat kita mengambil sari-sari kehidupan yang lugas kita temui di
dalamnya.
Karya
sastra berwujud cerita rakyat
saat ini menjadi wacana
dan bahan penelitian sejumlah kalangan untuk mengeksploasi kembali khazanah
budaya warisan budaya. Banyak media yang kembali mengambil apresiasi untuk
menghidupkan kembali cerita-cerita klasik ini sebagai bagian dari upaya untuk
menarik diri dari dominasi karya-karya temporer.
Publikasi
dari sebuah karya sastra utamanya cerita rakyat sangat beragam baik melalui media masa
maupan melalui festival atau kegiatan sastra lain sebagai upaya untuk
memperkenalkan jenis-jenis karya sastra dalam masyarakat sosial yang masih awam
dengan karya sastra. Jenis karya sastra berupa cerita lebih menggambarkan kondisi sosial masyarakat di era itu dan merupakan
potret kehidupan manusia. Olehnya itu,
apresiasi
masyarakat terhadap karya sastra utamanya cerita rakyat sangat dibutuhkan.
Salah satu cerita rakyat dari pelosok Sulawesi Tenggara, tepatnya berasal dari
daerah Muna hadir untuk memberikan sebuah kejelasan kepada kita
bahwa potret kehidupan kita cukup banyak belum tersentuh oleh kreativitas. Cerita ini adalah sebuah legenda dari Muna, cerita ini
menjadi warisan cerita nenek moyang. Cerita yang ditata apik dengan masalah
yang kompleks pada tokohnya namu terbilang sangat sederhana. Cerita klasik
keluarga kaya dengan hipertensi konflik kebatinan yang cukup lekat pada
tokoh-tokohnya.
Maka
melalui serangkaian analisis inilah digambarkan betapa pentingnya menghargai
kreativitas seseorang dengan mencoba mengenalnya lebih dekat dan mengomentari
hasil karya sebagai aplikasi dari sebuah kepercayaan kita terhadap karya sastra
khususnya cerita rakyat.
Untuk
memahami sebuah karya sastra dalam hal ini cerita rakyat perlu telaah dan analisis sebagai langkah
awal untuk memahami sebuah karya sastra dan mengapresiasi sebuah kreativitas.
Memperbesar jangkauan pemahaman terhadap karya fiksi butuh pengkajian, hal
inilah yang kemudian faktor terbesar dalam serangkaian analisis ini.
Berikut
ini adalah penggambaran kecil dari sebuah proses menganalisis karya sastra
khususnya cerpen dengan menggunakan pendekatan struktural yang berorientasi
pada analisis unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra merupakan
unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Artinya lahirnya sebuah
karya sastra difaktori oleh struktur cerita yang berupa unsur-unsur dalam yang
membangun cerita tersebut dalam konsepsi karya sastra. Unsur intrinsik dalam
karya sastra, misalnya alur, latar, tokoh, tema, dan amanat. Berikut adalah
uraian telaah unsur intrinsik karya sastra cerita rakyat Putri Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga
Bansa Patola.
·
Alur
Alur atau plot adalah rangkaian peristiwa-peristiwa
cerita yang disusun secara logis dan kausalitas. Peristiwa-peristiwa yang
dirangkai dalam sebuah cerita fiksi merupakan susunan-susunan dari kejadian
yang lebih kecil.
Alur (berisi urutan peristiwa dari keseluruhan cerita),
adapun alur dalam cerpen Tua karya
Mustafa Ismail dapat kita urutkan sebagai berikut:
1. Deskripsi tentang keadaan keluarga Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola.
2. Diskusi keluarga perihal keberangkatan kedua orang tua Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola
ke negeri seberang.
3. Keberangkatan kedua orang tua Wa
Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola ke negeri seberang.
4. Deskripsi keadaan Wa Sama
Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola setelah ditinggal kedua orang tuanya.
5. Kedatangan seorang pemuda bernama
La Odeno.
6. Perbincangan antara La Odeno, Wa
Sama Samamparia, dan Wa Bunga Bansa Patola perihal maksud kedatangan pemuda
dari kampong seberang tersebut.
7. Kepanikan Wa Sama Samamparia
karena persediaan air minum mereka habis.
8. Perundingan antara Wa Sama
Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola perihal siapa yang akan mengambil air
minum di hutan.
9. Kepergian Wa Sama Samamparia ke
hutan untuk mengambil air minum.
10. Perbincangan antara La Odeno dan
Wa Bunga Bansa Patola setelah kepergian Wa Sama Samamparia.
11. Kemunculan niat licik La Odeno
untuk membawa kabur Wa Bunga Bansa Patola seteleh Wa Sama Samamparia pergi ke
hutan dan belum juga pulang.
12. Kebingungan Wa Sama Samamparia
ketika pulang tidak melihat La Odeno dan adiknya.
13. Kepergian Wa Sama Samamparia untuk
mencari adiknya dan La Odeno.
14. Wa Sama Samamparia bertemu dengan
seorang petani dan menanyakan adiknya yang pergi dengan seorang pemuda.
15. Wa Sama Samamparia melanjutkan
perjalanan.
16. Pertemuan antara Wa Sama
Samamparia dengan adiknya Wa Bunga Bansa Patola di sebuah gubuk tua.
17. Kemarahan La Odeno pada Wa Sama
Samamparia.
18. Wa Sama Samamparia diusir oleh La
Odeno yang sebelumnya di beri makan dan diberi sebilah pisau.
19. Wa Sama Samamparia member pesan
kepada Wa Bunga Bansa Patola.
20. Perjalanan pulang Wa Sama
Samamparia.
21. Deskripsi keadaan Wa Sama
Samamparia setelah tiba di rumahnya; mengambil gong dan membakar rumahnya.
22. Pesan yang ditangkap oleh Wa Bunga
Bansa Patola dari kakaknya saat mendengar bunyi gong dan melihat awan berkumpul
di ufuk barat.
23. Kepergian Wa Bunga Bansa Patola
menemui kakaknya.
24. Pertemuan antara Wa Sama
Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola di atas sebuah pohon beringin tua.
25. Kegelisahan La Odeno ingin mencari
Wa Bunga Bansa Patola yang pergi menemui kakaknya.
26. Pertemuan kembali antara La Odeno,
Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola.
27. Usaha La Odeno menurunkan paksa Wa
Bunga Bansa Patola dari atas pohon beringin bersama Wa Sama Samamparia.
28. Kegagalan La Odeno mempengaruhi Wa Bunga Bansa Patola dan memutuskan
untuk menebang pohon.
29. Usaha gagal La Odeno.
30. Kematian La Odeno yang dijatuhi gong.
31. Deskripsi kebahagian Wa Sama
Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola di atas pohon beringin.
·
Tokoh
Cerita atau struktur plotnya merupakan elemen fiksi yang
mendasar sering disebut sebagai jiwa fiksi, aspek tokoh dalam fiksi pada
dasarnya merupakan aspek yang menarik perhatian. Cerita dalam sebuah fiksi
dapat ditelusuri dan diikuti perkembangannya lewat perkembangan perwatakan
tokoh-tokoh cerita. “Penokohan” disini berasal dari kata “tokoh” yang berarti
pelaku. Penokohan atau perwatakan adalah pelukisan tokoh/pelaku cerita melalui
sifat-sifat, sikap dan tingkah lakunya dalam cerita.
Tokoh dalam cerita rakyat Muna Putri Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola
terdiri atas tokoh utama, dan beberapa tokoh pembantu. Adapun tokoh-tokohnya
adalah Wa Sama Samamparia, Wa Bunga Bansa Patola, Orang Tua, dan Nenek.
a.
Tokoh Wa Sama Samamparia dan Wa
Bunga Bansa Patola
Tokoh Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola sebagai
tokoh utama pertama kali muncul disebutkan oleh tokoh pembantu, hal ini dapat
dilihat dalam kutipan berikut:
Anak sulung bernama Wa Sama Samamparia sedangkan yang
sulung bernama Wa Bunga Bansa Patola (paragraf 1).
b.
La Odeno
La Odeno sebagai tokoh utama kedua adalah tokoh yang
memperkenalkan diri kepada tokoh utama. Perhatikan kutipan berikut:
Begini, saya adalah perantau dari kampung seberang,
nama saya La Odeno. Sudah berhari-hari saya mencari rumah untuk menginap tapi
belum dapat juga hingga akhirnya saya kehabisan bekal. Sejauh mata memandang
hanya rumah inilah yang terbuka dikampung ini. Saya sangat kehausan, sekian
jauh perjalanan saya tempuh belum seteguk air pun membasahi kerongkongan saya.
Sudikah kiranya kalian memberikan saya air minum?”, pinta anak muda tersebut
setelah menjelaskan asal kedatangannya ke rumah mereka (paragraf 4).
c.
Orang Tua (Ama dan Ina)
Tokoh ini sebagai tokoh sebutan atau pembantu yang
kemunculannya disebutkan oleh tokoh utama seperti pada kutipan berikut:
Ina, kedua anak kita ini sudah besar. Saya pikir kita
sudah bisa tinggalkan mereka untuk hidup mandiri. Bagaimana kalau kita
tinggalkan mereka dengan kita merantau ke negeri seberang? kata suaminya”.
“Saya sebenarnya sangat setuju dengan Ama tapi saya
khawatir,apa mereka bisa jaga diri sewaktu kita merantau?”, jawab istrinya.
“Mereka sudah tumbuh menjadi gadis yang baik dan
dermawan. Saya yakin mereka pasti bisa menjaga diri”, lanjut suaminya.
“Kalau Ama berpikirnya seperti itu, Ina juga setuju”,
ucap istrinya
(paragraf 1).
d.
Nenek
Tokoh ini sebagi tokoh sebutan atau pembantu yang
kemunculannya lahir dalam sebuah dialog seperti pada kutipan berikut:
La Odeno biarkan dia berpeluk rindu dengan adiknya”,
nenek La Odeno menambahkan. (paragraf 12)
·
Latar
Unsur intrinsik lainnya yang penting dalam karya sastra
adalah latar atau setting karena setiap gerak tokoh-tokoh cerita yang
menimbulkan cerita-cerita yang menimbulkan peristiwa-peristiwa di dalam cerita
berlangsung dalam suatu tempat, ruang dan waktu.
Adapun latar yang dipakai dalam cerita rakyat Putri
Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola yaitu:
a.
Latar Tempat
Latar tempat dalam cerita rakyat Putri Kembar Wa Sama
Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola terdiri atas rumah, hutan, persawahan,
gubuk tua, dan pohon.
1.
Rumah
Latar tempat rumah menjadi latar pertama cerita ini
muncul dan menjadi rumah tinggal para tokoh utama. Simak kutipan berikut:
Hingga suatu ketika saat mereka sedang asyik
membersihkan halaman dan seluruh isi rumah mereka, tiba-tiba saja mereka kedatangan
seorang tamu, seorang pemuda yang berniat tidak baik kedua gadis tersebut yang
sebelumnya sudah mendengar hal tentang keluarga mereka. (paragraf 4)
2.
Hutan
Hutan menjadi tempat mengambil air tokoh utama. Simak
kutipan berikut:
”Baiklah, kamu temani anak muda ini. Saya akan
mengambil air minum ke hutan dulu”, kata Wa Sama Samamparia. (paragraf 6).
3.
Persawahan
Latar tempat yang menjadi tempat persinggahan tokoh Wa
Sama Samamparia ketika mencari adiknya. Simak kutipan berikut:
Hingga akhirnya dia menemukan daerah persawahan yang
cukup memungkinkan untuk bertanya karena banyak petani yang sedang asyik
mengerjakan sawahnya. (paragraf 10).
4.
Gubuk Tua
Merupakan latar yang dipakai oleh tokoh La Odeno, Wa
Bunga Bansa Patola, Nenek tinggal. Simak kutipan berikut:
Tampak olehnya sebuah gubuk tua, dia pun segera
mempercepat langkahnya menuju gubuk tersebut. Sesampainya di gubuk tersebut, Wa
Sama Samaparia kemudian mencoba untuk masuk. (paragraf 12).
5.
Pohon
Latar tempat di mana tokoh Wa Sama Samamparia dan Wa
Bunga Bansa Patola hidup akhirnya. Simak kutipan berikut:
Setelah selesai membakar rumahnya, Wa Sama Samamparia
memanjat pohon yang tidak jauh dari rumahnya dan memukul gongnya berkali-kali
hingga bunyi gong terdengar sampai ke telinga La Odeno dan Wa Bunga Bansa
Patola. (paragraf 13).
b.
Latar Waktu
Latar waktu dalam cerita rakyat Putri Kembar Wa Sama
Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola tidak disebutkan secara detail namun
dipastikan bahwa setting cerita pada pagi, siang, dan sore hari.
·
Tema
Tema merupakan omensional yang amat penting dari suatu
cerita, karena dengan dasar itu pengarang dapat membayangkan dalam fantasinya
bagai cerita akan dibangun dan berakhir. Dengan adanya tema pengarang mmpunyai
pedoman dalam ceritanya pada sasaran. Jadi, tema adalah ide sentral yang
mendasari suatu cerita, tema mempunyai tiga fungsi yaitu sebagai pedoman
pengarang dalam menggarap cerita, sasaran/tujuan penggarapam cerita, dan
mengikat peristiwa-peristiwa cerita dalam suatu alur.
Dalam karangan fiksi acapkali diwujudkan secara implisit
dan eksplisit. Perwujudan tema secara implisit (tersirat) yaitu tema cerita
tersembunyi atau tersirat dalam isi cerita, sehingga untuk menemukan tema orang
barulah membaca cerita dengan cermat. Sedangkan perwujudan tema secara
eksplisit (tersurat) yaitu tema cerita langsung diketahui oleh pembaca.
Di dalam suatu cerita tema mungkin tersirat dalam
penokohan (lakuan tokoh), didukung oleh pelukisan latar ataupun terungkap dalam
bidang dialog (tokoh utama). Tema suatu cerita umumnya mempersoalkan kehidupan
manusia (segi-segi kejiwaan, sosial politik, kemasyarakatan, dan sebagainya)
yang dijabarkan secara konkrit oleh pengarang dalam topik-topik cerita; (topik
disini adalah ide/gagasan cerita yang lebih nyata/khusus sebagai penjabaran
dari tema).
Tema dalan cerita rakyat Putri Kembar Wa Sama
Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola adalah kemandirian dan kesederhanaan.
Tema tersebut sedikit tersirat pada kutipan berikut:
Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola kini hidup tinggal
berdua. Mereka harus manjaga diri dan menaati semua nasehat kedua orang tuanya.
Detik berkumpul manjadi menit, menit berkumpul menjadi jam, jam berkumpul
menjadi hari hingga tidak terasa mereka telah melewati sebulan penuh hidup
dengan tinggal tanpa orang tua. (paragraf 3).
·
Amanat
Dalam sebuah karya sastra, amanat dapat diungkapkan
secara eksplisit (terang-terangan) dan secara implisit (tersirat), bahkan ada
amanat yang tidak nampak sama sekali. Pencarian amanat identik dengan teknik
pencarian tema, oleh sebab itu amanat merupakan karakteristik dari tokoh.
Amanat (berisi pesan-pesan pengarang bagi si pembaca
cerita), dalam rakyat Putri Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa
Patola ini terdapat beberapa hal yang sifatnya menjadi amanat atau pesan
yaitu sebagai berikut:
1.
Pesan moral kepada pembaca
bahwa kekayaan tidak bernilai bila kita tidak dermawan dan hidup
individualisitis
2.
Pesan sosial bahwa keserakahan
dan kejahatan tidak pernah mendapat tempat yang baik dalam interaksi/komukasi
dan kehidupan sosial.
3.
Usaha yang dilakukan tokoh
utama merupakan wujud dari lahirnya sebuah tanggung jawab dalam personal
manusia dalam mengemban beban.
Unsur Ekstrinsik
Unsur ektrinsik merupakan unsur yang membangun karya
sastra dari luar. Artinya, sebuah karya sastra juga didukung oleh faktor-faktor
yang sifatnya eksternal yang kemudian mendukung karya sastra tersebut. Unsur
ekstrinsik dalam karya sastra misalnya, gaya bahasa atau gaya penceritaan,
nilai-nilai sosial, budaya dan sebagainya yang memungkinkan karya tersebut
berhubungan dengan kehidupan sosial. Berikut uraian telaah unsur ekstrinsik
karya sastra cerita rakyat Putri Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga
Bansa Patola.
·
Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam perspektif karya sastra merupakan
penggambaran bagaimana seorang penulis mencitrakan tulisannya sekaligus
menyampaikannya dengan bahasa yang lugas namun masih dalam garis sopan santun
yang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku di
masyarakat.
Cerita rakyat Putri Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa
Bunga Bansa Patola adalah cerita rakyat klasik yang memiliki gaya
bahasa/penceritaan yang lugas, sederhana, unik, dan hampir dengan bahasa yang
dipakai masyarakat pada umumnya. Cerita ini juga dikemas dengan bahasa yang
asyik dan ringan sehingga dalam sekali baca, pembaca langsung dengan mudah
memahami. Tidak banyak metafora dan pengandaian dalam penceritaannya sehingga
cerita ini lekat dengan cerita pada kehidupan sehari-hari.
·
Nilai Sosial
Cerita rakyat Putri Kembar Wa Sama
Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola
adalah
cerita rakyat
yang mengantarkan para
pembaca cerpen di satu titik
penemuan nilai-nilai dalam konstruksi kehidupan sosial.
Rangkaian cerita yang begitu padat dengan mengetengahkan kejadian lazim dalam kehidupan sosial namun dalam kerangka
cerita legenda. Selain itu pula rangkaian ceritanya tidak terlalu
sulit untuk dipahami dan ditelaah isi, maksud, dan pesan dari cerita.
·
Nilai Budaya
Nilai budaya yang terdapat dalam cerita rakyat Putri
Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola adalah kedermawanan
dalam bingkai kehidupan sosial sangat kita butuhkan. Upaya ini adalah sebagai
bagian dari untuk tidak memarginalkan orang di bawah kita. Selain itu sebagai
bagian dari menghilangkan image kekayaan identik dengan kesombongan,
keangkuhan, individualistic, dan keegoisan. Cerita ini melahirkan fenomena baru
dalam usaha transisika sikap sosial yang harus dimiliki setiap individu untuk
menampilkan kemandirian dan kedermawanan dalam kehidupan sosial.
0 comments: