ANALISIS CERITA RAKYAT

September 30, 2017 Unknown 0 Comments



ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK CERITA RAKYAT MUNA:
Putri Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola



Karya sastra merupakan bagian dari seni yang mengandung unsur kehidupan yang menimbulkan rasa senang, nikmat, terharu, memarik perhatian dan menyegarkan perasaan penikmanya (Taum, 1997:15). Seni bersifat universal dan sudah ada sejak zaman purba. Seni dapat menjadi kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk hidup. Lain halnya dengan benda mati. Sensivitas mencapai puncaknya dalam diri manusia. Badan mencatat sensasi-sensasi itu dengan sendirinya, lalu melahirkan reaksi. Reaksi-reaksi ini muncul dimungkinkan berkat kelima indera manusia. Indera-indera ini berkaitan satu sama lain. Lagi pula sensasi-sensasi ini dicatat dalam otaknya (Dipayana, 2005:61)
Seni adalah keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi keindahannya, kehalusannya dan sebagainya), karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:1037). Menurut Mulyana, seni adalah ilham yang lahir dalam bentuk yang tepat (Badrun, 1998:61). Seni mengkomunikasikan sesuatu, baik menyangkut sense, kehidupan yang lebih luas maupun ekspresi perasaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seni adalah segala sesuatu yang indah terkesan, dan menarik perhatian. Oleh karena itu, manusia akan merasakan dan menikmatinya. Ada berbagai macam seni dalam kehidupan yang biasa manusia disebut dengan karya seni.  Karya seni tersebut dapat digolongkan ke dalam seni suara, seni tari, seni pahat, seni lukis, dan seni sastra.
Untuk merumuskan sastra secara sempurna, tidaklah mudah sebagaimana ilmu estetika. Namun demikian, untuk mempelajari suatu cabang ilmu pengetahuan secara teliti, maka setiap orang selalu berusaha menemukan defenisi guna mengetahui tentang batasan permasalahan ilmu yang bersangkutan.
Sastra adalah bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:1001). Sastra salah satu karya tulis, yang jika dibandingkan dengan karya tulis lainnya memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, kertistikasn, serta keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sugono, 2003:159). Seperti yang diungkapkan Semi (1985:7) sastra merupakan satu istilah payung  yang meliputi sejumlah kegiatan penyimakan atau pembacaan naskah pamflet, majalah, dan buku.
Menurut Zaidan (2000:181) sastra adalah tulisan dalam arti yang luas, umumnya sastra berupa teks rekaan, baik puisi maupun prosa, yang nialainya tergantung pada kedalaman dan ekspresi  jiwa . Dalam seni sastra, seorang penulis menuangkan imajinasinya dalam kreativitas ide yang sedang berada dalam otaknya. Imajinasi tersebut dihubungkan dengan kehidupan manusia, baik kehidupan yang telah lalu, masa kini, maupun masa yang akan datang. Namun tidak sedikit pula para penulis hanya bermain dengan imajinasiya. Imanjinasi tersebut akan dirangkai dakam kata-kata yang indah, halus, dan dapat dimengerti dan dipahami oleh orang lain, dalam hal pembaca  misalnya dalam sebuah cerita rakyat. Meskipun wujud ceritanya klasik, tetapi dapat kita mengambil sari-sari kehidupan yang lugas kita temui di dalamnya.     
Karya sastra berwujud cerita rakyat saat ini menjadi wacana dan bahan penelitian sejumlah kalangan untuk mengeksploasi kembali khazanah budaya warisan budaya. Banyak media yang kembali mengambil apresiasi untuk menghidupkan kembali cerita-cerita klasik ini sebagai bagian dari upaya untuk menarik diri dari dominasi karya-karya temporer.
Publikasi dari sebuah karya sastra utamanya cerita rakyat sangat beragam baik melalui media masa maupan melalui festival atau kegiatan sastra lain sebagai upaya untuk memperkenalkan jenis-jenis karya sastra dalam masyarakat sosial yang masih awam dengan karya sastra. Jenis karya sastra berupa cerita lebih menggambarkan kondisi sosial masyarakat di era itu dan merupakan potret kehidupan manusia. Olehnya itu, apresiasi masyarakat terhadap karya sastra utamanya cerita rakyat sangat dibutuhkan.
Salah satu cerita rakyat dari pelosok Sulawesi Tenggara, tepatnya berasal dari daerah Muna hadir untuk memberikan sebuah kejelasan kepada kita bahwa potret kehidupan kita cukup banyak belum tersentuh oleh kreativitas. Cerita ini adalah sebuah legenda dari Muna, cerita ini menjadi warisan cerita nenek moyang. Cerita yang ditata apik dengan masalah yang kompleks pada tokohnya namu terbilang sangat sederhana. Cerita klasik keluarga kaya dengan hipertensi konflik kebatinan yang cukup lekat pada tokoh-tokohnya.
Maka melalui serangkaian analisis inilah digambarkan betapa pentingnya menghargai kreativitas seseorang dengan mencoba mengenalnya lebih dekat dan mengomentari hasil karya sebagai aplikasi dari sebuah kepercayaan kita terhadap karya sastra khususnya cerita rakyat.
Untuk memahami sebuah karya sastra dalam hal ini cerita rakyat perlu telaah dan analisis sebagai langkah awal untuk memahami sebuah karya sastra dan mengapresiasi sebuah kreativitas. Memperbesar jangkauan pemahaman terhadap karya fiksi butuh pengkajian, hal inilah yang kemudian faktor terbesar dalam serangkaian analisis ini.
Berikut ini adalah penggambaran kecil dari sebuah proses menganalisis karya sastra khususnya cerpen dengan menggunakan pendekatan struktural yang berorientasi pada analisis unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra merupakan unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Artinya lahirnya sebuah karya sastra difaktori oleh struktur cerita yang berupa unsur-unsur dalam yang membangun cerita tersebut dalam konsepsi karya sastra. Unsur intrinsik dalam karya sastra, misalnya alur, latar, tokoh, tema, dan amanat. Berikut adalah uraian telaah unsur intrinsik karya sastra cerita rakyat Putri Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola.

·      Alur
Alur atau plot adalah rangkaian peristiwa-peristiwa cerita yang disusun secara logis dan kausalitas. Peristiwa-peristiwa yang dirangkai dalam sebuah cerita fiksi merupakan susunan-susunan dari kejadian yang lebih kecil.
Alur (berisi urutan peristiwa dari keseluruhan cerita), adapun alur dalam cerpen Tua karya Mustafa Ismail dapat kita urutkan sebagai berikut:
1.      Deskripsi tentang keadaan keluarga Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola.
2.      Diskusi keluarga perihal keberangkatan kedua orang tua Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola ke negeri seberang.
3.      Keberangkatan kedua orang tua Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola ke negeri seberang.
4.      Deskripsi keadaan Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola setelah ditinggal kedua orang tuanya.
5.      Kedatangan seorang pemuda bernama La Odeno.
6.      Perbincangan antara La Odeno, Wa Sama Samamparia, dan Wa Bunga Bansa Patola perihal maksud kedatangan pemuda dari kampong seberang tersebut.
7.      Kepanikan Wa Sama Samamparia karena persediaan air minum mereka habis.
8.      Perundingan antara Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola perihal siapa yang akan mengambil air minum di hutan.
9.      Kepergian Wa Sama Samamparia ke hutan untuk mengambil air minum.
10.  Perbincangan antara La Odeno dan Wa Bunga Bansa Patola setelah kepergian Wa Sama Samamparia.
11.  Kemunculan niat licik La Odeno untuk membawa kabur Wa Bunga Bansa Patola seteleh Wa Sama Samamparia pergi ke hutan dan belum juga pulang.
12.  Kebingungan Wa Sama Samamparia ketika pulang tidak melihat La Odeno dan adiknya.
13.  Kepergian Wa Sama Samamparia untuk mencari adiknya dan La Odeno.
14.  Wa Sama Samamparia bertemu dengan seorang petani dan menanyakan adiknya yang pergi dengan seorang pemuda.
15.  Wa Sama Samamparia melanjutkan perjalanan.
16.  Pertemuan antara Wa Sama Samamparia dengan adiknya Wa Bunga Bansa Patola di sebuah gubuk tua.
17.  Kemarahan La Odeno pada Wa Sama Samamparia.
18.  Wa Sama Samamparia diusir oleh La Odeno yang sebelumnya di beri makan dan diberi sebilah pisau.
19.  Wa Sama Samamparia member pesan kepada Wa Bunga Bansa Patola.
20.  Perjalanan pulang Wa Sama Samamparia.
21.  Deskripsi keadaan Wa Sama Samamparia setelah tiba di rumahnya; mengambil gong dan membakar rumahnya.
22.  Pesan yang ditangkap oleh Wa Bunga Bansa Patola dari kakaknya saat mendengar bunyi gong dan melihat awan berkumpul di ufuk barat.
23.  Kepergian Wa Bunga Bansa Patola menemui kakaknya.
24.  Pertemuan antara Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola di atas sebuah pohon beringin tua.
25.  Kegelisahan La Odeno ingin mencari Wa Bunga Bansa Patola yang pergi menemui kakaknya.
26.  Pertemuan kembali antara La Odeno, Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola.
27.  Usaha La Odeno menurunkan paksa Wa Bunga Bansa Patola dari atas pohon beringin bersama Wa Sama Samamparia.
28.  Kegagalan La Odeno mempengaruhi Wa Bunga Bansa Patola dan memutuskan untuk menebang pohon.
29.  Usaha gagal La Odeno.
30.  Kematian La Odeno yang dijatuhi gong.
31.  Deskripsi kebahagian Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola di atas pohon beringin.


·      Tokoh
Cerita atau struktur plotnya merupakan elemen fiksi yang mendasar sering disebut sebagai jiwa fiksi, aspek tokoh dalam fiksi pada dasarnya merupakan aspek yang menarik perhatian. Cerita dalam sebuah fiksi dapat ditelusuri dan diikuti perkembangannya lewat perkembangan perwatakan tokoh-tokoh cerita. “Penokohan” disini berasal dari kata “tokoh” yang berarti pelaku. Penokohan atau perwatakan adalah pelukisan tokoh/pelaku cerita melalui sifat-sifat, sikap dan tingkah lakunya dalam cerita.
Tokoh dalam cerita rakyat Muna Putri Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola terdiri atas tokoh utama, dan beberapa tokoh pembantu. Adapun tokoh-tokohnya adalah Wa Sama Samamparia, Wa Bunga Bansa Patola, Orang Tua, dan Nenek.
a.    Tokoh Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola
Tokoh Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola sebagai tokoh utama pertama kali muncul disebutkan oleh tokoh pembantu, hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Anak sulung bernama Wa Sama Samamparia sedangkan yang sulung bernama Wa Bunga Bansa Patola (paragraf 1).
b.    La Odeno
La Odeno sebagai tokoh utama kedua adalah tokoh yang memperkenalkan diri kepada tokoh utama. Perhatikan kutipan berikut:
Begini, saya adalah perantau dari kampung seberang, nama saya La Odeno. Sudah berhari-hari saya mencari rumah untuk menginap tapi belum dapat juga hingga akhirnya saya kehabisan bekal. Sejauh mata memandang hanya rumah inilah yang terbuka dikampung ini. Saya sangat kehausan, sekian jauh perjalanan saya tempuh belum seteguk air pun membasahi kerongkongan saya. Sudikah kiranya kalian memberikan saya air minum?”, pinta anak muda tersebut setelah menjelaskan asal kedatangannya ke rumah mereka (paragraf 4).

c.    Orang Tua (Ama dan Ina)
Tokoh ini sebagai tokoh sebutan atau pembantu yang kemunculannya disebutkan oleh tokoh utama seperti pada kutipan berikut:
Ina, kedua anak kita ini sudah besar. Saya pikir kita sudah bisa tinggalkan mereka untuk hidup mandiri. Bagaimana kalau kita tinggalkan mereka dengan kita merantau ke negeri seberang? kata suaminya”.
“Saya sebenarnya sangat setuju dengan Ama tapi saya khawatir,apa mereka bisa jaga diri sewaktu kita merantau?”, jawab istrinya.
“Mereka sudah tumbuh menjadi gadis yang baik dan dermawan. Saya yakin mereka pasti bisa menjaga diri”, lanjut suaminya.
“Kalau Ama berpikirnya seperti itu, Ina juga setuju”, ucap istrinya
(paragraf 1).

d.   Nenek
Tokoh ini sebagi tokoh sebutan atau pembantu yang kemunculannya lahir dalam sebuah dialog seperti pada kutipan berikut:
La Odeno biarkan dia berpeluk rindu dengan adiknya”, nenek La Odeno menambahkan. (paragraf 12)


·      Latar
Unsur intrinsik lainnya yang penting dalam karya sastra adalah latar atau setting karena setiap gerak tokoh-tokoh cerita yang menimbulkan cerita-cerita yang menimbulkan peristiwa-peristiwa di dalam cerita berlangsung dalam suatu tempat, ruang dan waktu.
Adapun latar yang dipakai dalam cerita rakyat Putri Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola  yaitu:
a.       Latar Tempat
Latar tempat dalam cerita rakyat Putri Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola terdiri atas rumah, hutan, persawahan, gubuk tua, dan pohon.
1.    Rumah
Latar tempat rumah menjadi latar pertama cerita ini muncul dan menjadi rumah tinggal para tokoh utama. Simak kutipan berikut:
Hingga suatu ketika saat mereka sedang asyik membersihkan halaman dan seluruh isi rumah mereka, tiba-tiba saja mereka kedatangan seorang tamu, seorang pemuda yang berniat tidak baik kedua gadis tersebut yang sebelumnya sudah mendengar hal tentang keluarga mereka. (paragraf 4)
2.    Hutan
Hutan menjadi tempat mengambil air tokoh utama. Simak kutipan berikut:
”Baiklah, kamu temani anak muda ini. Saya akan mengambil air minum ke hutan dulu”, kata Wa Sama Samamparia. (paragraf 6).
3.    Persawahan
Latar tempat yang menjadi tempat persinggahan tokoh Wa Sama Samamparia ketika mencari adiknya. Simak kutipan berikut:
Hingga akhirnya dia menemukan daerah persawahan yang cukup memungkinkan untuk bertanya karena banyak petani yang sedang asyik mengerjakan sawahnya. (paragraf 10).
4.    Gubuk Tua
Merupakan latar yang dipakai oleh tokoh La Odeno, Wa Bunga Bansa Patola, Nenek tinggal. Simak kutipan berikut:
Tampak olehnya sebuah gubuk tua, dia pun segera mempercepat langkahnya menuju gubuk tersebut. Sesampainya di gubuk tersebut, Wa Sama Samaparia kemudian mencoba untuk masuk. (paragraf 12).
5.    Pohon
Latar tempat di mana tokoh Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola hidup akhirnya. Simak kutipan berikut:
Setelah selesai membakar rumahnya, Wa Sama Samamparia memanjat pohon yang tidak jauh dari rumahnya dan memukul gongnya berkali-kali hingga bunyi gong terdengar sampai ke telinga La Odeno dan Wa Bunga Bansa Patola. (paragraf 13).

b.      Latar Waktu
Latar waktu dalam cerita rakyat Putri Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola tidak disebutkan secara detail namun dipastikan bahwa setting cerita pada pagi, siang, dan sore hari.

·      Tema
Tema merupakan omensional yang amat penting dari suatu cerita, karena dengan dasar itu pengarang dapat membayangkan dalam fantasinya bagai cerita akan dibangun dan berakhir. Dengan adanya tema pengarang mmpunyai pedoman dalam ceritanya pada sasaran. Jadi, tema adalah ide sentral yang mendasari suatu cerita, tema mempunyai tiga fungsi yaitu sebagai pedoman pengarang dalam menggarap cerita, sasaran/tujuan penggarapam cerita, dan mengikat peristiwa-peristiwa cerita dalam suatu alur.
Dalam karangan fiksi acapkali diwujudkan secara implisit dan eksplisit. Perwujudan tema secara implisit (tersirat) yaitu tema cerita tersembunyi atau tersirat dalam isi cerita, sehingga untuk menemukan tema orang barulah membaca cerita dengan cermat. Sedangkan perwujudan tema secara eksplisit (tersurat) yaitu tema cerita langsung diketahui oleh pembaca.
Di dalam suatu cerita tema mungkin tersirat dalam penokohan (lakuan tokoh), didukung oleh pelukisan latar ataupun terungkap dalam bidang dialog (tokoh utama). Tema suatu cerita umumnya mempersoalkan kehidupan manusia (segi-segi kejiwaan, sosial politik, kemasyarakatan, dan sebagainya) yang dijabarkan secara konkrit oleh pengarang dalam topik-topik cerita; (topik disini adalah ide/gagasan cerita yang lebih nyata/khusus sebagai penjabaran dari tema).
Tema dalan cerita rakyat Putri Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola adalah kemandirian dan kesederhanaan. Tema tersebut sedikit tersirat pada kutipan berikut:
Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola kini hidup tinggal berdua. Mereka harus manjaga diri dan menaati semua nasehat kedua orang tuanya. Detik berkumpul manjadi menit, menit berkumpul menjadi jam, jam berkumpul menjadi hari hingga tidak terasa mereka telah melewati sebulan penuh hidup dengan tinggal tanpa orang tua. (paragraf 3).

·      Amanat
Dalam sebuah karya sastra, amanat dapat diungkapkan secara eksplisit (terang-terangan) dan secara implisit (tersirat), bahkan ada amanat yang tidak nampak sama sekali. Pencarian amanat identik dengan teknik pencarian tema, oleh sebab itu amanat merupakan karakteristik dari tokoh.
Amanat (berisi pesan-pesan pengarang bagi si pembaca cerita), dalam rakyat Putri Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola ini terdapat beberapa hal yang sifatnya menjadi amanat atau pesan yaitu sebagai berikut:
1.      Pesan moral kepada pembaca bahwa kekayaan tidak bernilai bila kita tidak dermawan dan hidup individualisitis
2.      Pesan sosial bahwa keserakahan dan kejahatan tidak pernah mendapat tempat yang baik dalam interaksi/komukasi dan kehidupan sosial.
3.      Usaha yang dilakukan tokoh utama merupakan wujud dari lahirnya sebuah tanggung jawab dalam personal manusia dalam mengemban beban.

Unsur Ekstrinsik
Unsur ektrinsik merupakan unsur yang membangun karya sastra dari luar. Artinya, sebuah karya sastra juga didukung oleh faktor-faktor yang sifatnya eksternal yang kemudian mendukung karya sastra tersebut. Unsur ekstrinsik dalam karya sastra misalnya, gaya bahasa atau gaya penceritaan, nilai-nilai sosial, budaya dan sebagainya yang memungkinkan karya tersebut berhubungan dengan kehidupan sosial. Berikut uraian telaah unsur ekstrinsik karya sastra cerita rakyat Putri Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola.

·      Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam perspektif karya sastra merupakan penggambaran bagaimana seorang penulis mencitrakan tulisannya sekaligus menyampaikannya dengan bahasa yang lugas namun masih dalam garis sopan santun yang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Cerita rakyat Putri Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola adalah cerita rakyat klasik yang memiliki gaya bahasa/penceritaan yang lugas, sederhana, unik, dan hampir dengan bahasa yang dipakai masyarakat pada umumnya. Cerita ini juga dikemas dengan bahasa yang asyik dan ringan sehingga dalam sekali baca, pembaca langsung dengan mudah memahami. Tidak banyak metafora dan pengandaian dalam penceritaannya sehingga cerita ini lekat dengan cerita pada kehidupan sehari-hari.

·      Nilai Sosial
Cerita rakyat Putri Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola adalah cerita rakyat yang mengantarkan para pembaca cerpen di satu titik penemuan nilai-nilai dalam konstruksi kehidupan sosial. Rangkaian cerita yang begitu padat dengan mengetengahkan kejadian lazim dalam kehidupan sosial namun dalam kerangka cerita legenda. Selain itu pula rangkaian ceritanya tidak terlalu sulit untuk dipahami dan ditelaah isi, maksud, dan pesan dari cerita.

·      Nilai Budaya
Nilai budaya yang terdapat dalam cerita rakyat Putri Kembar Wa Sama Samamparia dan Wa Bunga Bansa Patola adalah kedermawanan dalam bingkai kehidupan sosial sangat kita butuhkan. Upaya ini adalah sebagai bagian dari untuk tidak memarginalkan orang di bawah kita. Selain itu sebagai bagian dari menghilangkan image kekayaan identik dengan kesombongan, keangkuhan, individualistic, dan keegoisan. Cerita ini melahirkan fenomena baru dalam usaha transisika sikap sosial yang harus dimiliki setiap individu untuk menampilkan kemandirian dan kedermawanan dalam kehidupan sosial.

You Might Also Like

0 comments: