ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK CERPEN TUA KARYA MUSTAFA ISMAIL

September 13, 2017 Unknown 0 Comments



Karya sastra merupakan bagian dari seni yang mengandung unsur kehidupan yang menimbulkan rasa senang, nikmat, terharu, memarik perhatian dan menyegarkan perasaan penikmanya (Taum, 1997:15). Seni bersifat universal dan sudah ada sejak zaman purba. Seni dapat menjadi kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk hidup. Lain halnya dengan benda mati. Sensivitas mencapai puncaknya dalam diri manusia. Badan mencatat sensasi-sensasi itu dengan sendirinya, lalu melahirkan reaksi. Reaksi-reaksi ini muncul dimungkinkan berkat kelima indera manusia. Indera-indera ini berkaitan satu sama lain. Lagi pula sensasi-sensasi ini dicatat dalam otaknya (Dipayana, 2005:61)
Seni adalah keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi keindahannya, kehalusannya dan sebagainya), karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:1037). Menurut Mulyana, seni adalah ilham yang lahir dalam bentuk yang tepat (Badrun, 1998:61). Seni mengkomunikasikan sesuatu, baik menyangkut sense, kehidupan yang lebih luas maupun ekspresi perasaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seni adalah segala sesuatu yang indah terkesan, dan menarik perhatian. Oleh karena itu, manusia akan merasakan dan menikmatinya. Ada berbagai macam seni dalam kehidupan yang biasa manusia disebut dengan karya seni.  Karya seni tersebut dapat digolongkan ke dalam seni suara, seni tari, seni pahat, seni lukis, dan seni sastra.
Untuk merumuskan sastra secara sempurna, tidaklah mudah sebagaimana ilmu estetika. Namun demikian, untuk mempelajari suatu cabang ilmu pengetahuan secara teliti, maka setiap orang selalu berusaha menemukan defenisi guna mengetahui tentang batasan permasalahan ilmu yang bersangkutan.
Sastra adalah bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:1001). Sastra salah satu karya tulis, yang jika dibandingkan dengan karya tulis lainnya memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, kertistikasn, serta keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sugono, 2003:159). Seperti yang diungkapkan Semi (1985:7) sastra merupakan satu istilah payung  yang meliputi sejumlah kegiatan penyimakan atau pembacaan naskah pamflet, majalah, dan buku.
Menurut Zaidan (2000:181) sastra adalah tulisan dalam arti yang luas, umumnya sastra berupa teks rekaan, baik puisi maupun prosa, yang nialainya tergantung pada kedalaman dan ekspresi  jiwa . Dalam seni sastra, seorang penulis menuangkan imajinasinya dalam kreativitas ide yang sedang berada dalam otaknya. Imajinasi tersebut dihubungkan dengan kehidupan manusia, baik kehidupan yang telah lalu, masa kini, maupun masa yang akan datang. Namun tidak sedikit pula para penulis hanya bermain dengan imajinasiya. Imanjinasi tersebut akan dirangkai dakam kata-kata yang indah, halus, dan dapat dimengerti dan dipahami oleh orang lain, dalam hal pembaca  misalnya dalam sebuah cerpen.    
Karya sastra berwujud cerpen saat ini tumbuh subur ibarat jamur tumbuh di musim hujan, dan banyak mewarnai media cetak seperti Koran-koran mingguan, majalah-majalah hiburan popular dan majalah sastra dan kebudayaan, bahkan cukup banyak diterbitkan sebagai buku kumpulan cerpen atau pun antologi cerpen. 
Publikasi dari sebuah karya sastra utamanya cerpen sangat beragam baik melalui media masa maupan melalui festival atau kegiatan sastra lain sebagai upaya untuk memperkenalkan jenis-jenis karya sastra dalam masyarakat sosial yang masih awam dengan karya sastra. Jenis karya sastra berupa cerpen lebih menggambarkan kondisi sosial terkini dan merupakan potret kehidupan manusia. Olehnya itu, perlunya apresiasi masyarakat terhadap karya sastra utamanya cerpen sangat dibutuhkan.
Cerpen Tua karya Musatafa Ismail hadir untuk memberikan sebuah kejelasan kepada kita bahwa potret kehidupan kita cukup banyak belum tersentuh oleh kreativitas. Cerpen ini memberikan sebuah gambaran kehidupan banyak seniman baik hubungannya dengan kreativitas maupun interaksi dengan orang lain dalam hubungan sosial. Mustafa Ismail sudah mampu menjelaskan kepada kita dalam kehidupan sehari-hari masih banyak hal yang secara langsung luput dari pantauan kita bahwa ternyata hidup ini adalah proses mencari kebahagian. Maka ketika seseorang tidak merasa bahagia pada kondisi awalnya, kondisi terbaiklah yang akan dicarinya.
Maka melalui serangkaian analisis inilah digambarkan betapa pentingnya menghargai kreativitas seseorang dengan mencoba mengenalnya lebih dekat dan mengomentari hasil karyanya sebagai aplikasi dari sebuah kepercayaan kita terhadap karya sastra khususnya cerpen dan para pengarang yang sudah berjuang mengubah pola pikir masyarakat yang masih terkungkung dengan adat yang mestinya sudah harus ditinggalkan.
Untuk memahami sebuah karya sastra dalam hal ini cerpen perlu telaah dan analisis sebagai langkah awal untuk memahami sebuah karya sastra dan mengapresiasi sebuah kreativitas. Memperbesar jangkauan pemahaman terhadap karya fiksi butuh pengkajian, hal inilah yang kemudian faktor terbesar dalam serangkaian analisis ini.
Berikut ini adalah penggambaran kecil dari sebuah proses menganalisis karya sastra khususnya cerpen dengan menggunakan pendekatan struktural yang berorientasi pada analisis unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra merupakan unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Artinya lahirnya sebuah karya sastra difaktori oleh struktur cerita yang berupa unsur-unsur dalam yang membangun cerita tersebut dalam konsepsi karya sastra. Unsur intrinsi dalam karya sastra, misalnya alur, latar, tokoh, tema, dan amanat. Berikut adalah uraian telaah unsur intrinsik karya sastra cerpen Tua karya Mustafa Ismail.

·      Alur
Alur atau plot adalah rangkaian peristiwa-peristiwa cerita yang disusun secara logis dan kausalitas. Peristiwa-peristiwa yang dirangkai dalam sebuah cerita fiksi merupakan susunan-susunan dari kejadian yang lebih kecil.
Alur (berisi urutan peristiwa dari keseluruhan cerita), adapun alur dalam cerpen Tua karya Mustafa Ismail dapat kita urutkan sebagai berikut:
1.      Tokoh aku atau Muista Fahendra mendeskripsikap fisik tokoh utama kedua.
2.      Tokoh utama kedua atau Bang Burhan menyapa Muista Fahendra.
3.      Ingatan tokoh aku atau Muista Fahendra terhadap Bang Burhan ketika 12 tahun yang lalu.
4.      Adanya perbincangan tokoh aku atau Muista Fahendra dan Bang Burhan atau tokoh utama ke dua.
5.      Bang Burhan diajak anak pertamanya untuk pergi.
6.      Beberapa teman tokoh atau Muista Fahendra sering melihat Bang Burhan dengan seorang perempuan.
7.      Bang Burhan datang ke Taman Budaya dengan wajah murung dan merebahkan diri di salah satu sudut meunasah.
8.      Tokoh aku atau Muista Fahendra berpapasan dengan Bang Burhan di depan kantin Taman Budaya.
9.      Bang Burhan keluar dari kompleks Taman Budaya dengan wajah murung.
10.  Tokoh aku atau Muista Fahendra menggambarka suasana hati tokoh kedua atau Bang Burhan tentang hubungannya dengan seorang gadis.
11.  Bang Burhan berbincang dengan Saiful dan teman-temannya.
12.  Tokoh aku atau Muista Fahendra berkenalalan dengan Linda.
13.  Bang Burhan mengantar Linda ke mobil sedan di depan parkiran Rex.
14.  Bang Burhan menceritakan perihal Linda kepada Muista Fahendra.
15.  Perbincangan terakhir antara Muista Fahendra dan Bang Burhan tentang keadaan Bang Burhan dan niatnya mengawini Linda.

·      Tokoh
Cerita atau struktur plotnya merupakan elemen fiksi yang mendasar sering disebut sebagai jiwa fiksi, aspek tokoh dalam fiksi pada dasarnya merupakan aspek yang menarik perhatian. Cerita dalam sebuah fiksi dapat ditelusuri dan diikuti perkembangannya lewat perkembangan perwatakan tokoh-tokoh cerita. “Penokohan” disini berasal dari kata “tokoh” yang berarti pelaku. Penokohan atau perwatakan adalah pelukisan tokoh/pelaku cerita melalui sifat-sifat, sikap dan tingkah lakunya dalam cerita.
Tokoh dalam cerpen Tua karya Mustafa Ismail terdiri atas tokoh utama, dan beberapa tokoh pembantu. Adapun tokoh-tokohnya adalah Tokoh Aku atau Muista Fahendra, Bang Burhan, Saiful, Sulaiman Juned, Anhar, dan Linda.
a.    Tokoh Aku atau Muista Fahendra
Tokoh aku sebagai tokoh utama pertama kali muncul disebutkan oleh tokoh utama kedua, hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Muista Fahendra, ya. Kau gemuk sekali sekarang hamper tidak ku kenal (paragraf 2).
Kemudian tokoh aku muncul dengan mengambarkan tokoh-tokoh yang lainnya sebagai pencerita.
Aku memandang lelaki itu dari atas ke bawah. Ia tidak garang lagi (paragraf 4).
b.    Bang Burhan
Bang Burhan sebagai tokoh utama kedua adalah tokoh yang pertama kali diceritakan oleh tokoh utama pertama. Perhatikan kutipan berikut:
Pada akhirnya memang kita akan tua. Tapi akau belum ingin tua. Bang Burhan mengucapkan kata-kata itu belasna tahun lalu, ketika kami sering bertemu     (paragraf 5).
c.    Saiful dan Sulaiman Juned.
Tokoh ini sebagi tokoh sebutan atau pembantu yang kemunculannya disebutkan oleh tokoh utama seperti pada kutipan berikut:
Suatu kali ia muncul di taman budaya. Wajahnya murung. Aku bersama dua teman, Saiful dan Sulaiman Juned (paragraf 13).
d.   Anhar
Tokoh ini sebagi tokoh sebutan atau pembantu yang kemunculannya disebutkan oleh tokoh utama seperti pada kutipan berikut:
“Kalau begitu, boleh lah gadis itu kutaksir,” Anhar menyela (paragraf 18).
e.    Linda
Tokoh ini sebagi tokoh sebutan atau pembantu yang kemunculannya disebutkan oleh tokoh utama seperti pada kutipan berikut:
Setelah duduk sebentar perempuan muda itu mohon diri. “maaf, saya harus pulang,” katanya lalu bangkit (paragraf 20).

·      Latar
Unsur intrinsik lainnya yang penting dalam karya sastra adalah latar atau setting karena setiap gerak tokoh-tokoh cerita yang menimbulkan cerita-cerita yang menimbulkan peristiwa-peristiwa di dalam cerita berlangsung dalam suatu tempat, ruang dan waktu.
Adapun latar yang dipakai dalam cerpen Tua karya Mustafa Ismail yaitu:
a.       Latar Tempat
Latar tempat dalam cerpen Tua karya Mustafa Ismail terdiri dari: Meusanah Tuha, Taman Budaya, Rex, Warung Kopi Siang Malam, Terminal Jalan Dipenogoro.
1.    Meusanah Tuha
Latar tempat Meusanah Tuha merupakan sebuah surau di Taman Budaya sebagai tempat ngobrol dan tidur para tokoh cerita. Simak kutipan berikut:
Tubuhnya tidak segemuk dua belas tahun yang lalu, saat kami sama-sama suka tidur di Meusanah Tuha (paragraf 3).
2.    Taman Budaya
Taman budaya menjadi tempat utama para tokoh melakukan aktivitas seperti, ngobrol diskusi. Simak kutipan berikut:
Ketika ia melihatku muncul di Taman Budaya sore itu (paragraf 2).
3.    Rex
Latar tempat yang menjadi tempat kerja tokoh Bang Burhan sewaktu muda dengan menjadi juru parkir kendaraan motor dan mobil. Simak kutipan berikut:
Ia tidak garang lagi, seperti dulu ketika mengatur sepeda motor dan mobil yang parkir di Rex, tempat ia menjadi juru parkir (paragraf 4).
4.    Warung Kopi Siang Malam
Merupakan latar yang dipakai oleh para tokoh (seniman dan wartawan kota) untuk santai dan minum kopi. Simak kutipan berikut:
Bang Burhan sering mengucapkan kata-kata itu belasan tahun lalu, ketika kami sering bertemu, ngobrol tentang banyak hal, di Meunasah Tuha atau di Warung Kopi Siang Malam, tempat banyak seniman dan wartawan di kota itu sering ngopi pagi (paragraf 5).
5.    Terminal Jalan Dipenogoro
Latar tempat di mana tokoh Bang Burhan terlihat bersama dengan seorang gadis cantik. Simak kutipan berikut:
Sebulan kemudian, aku melihat Bang Burhan menggandeng seorang gadis cantik di Terminal Jalan Dipenogoro (paragraf 10).

b.      Latar Waktu
Latar waktu dalam cerpen Tua karya Mustafa Ismail tergambarkan pada waktu sore, malam.
a.    Sore
Latar sore digembarkan secara implisit oleh si pengarang seperti pada kutipan berikut: Sore-sore, aku kembali berpasangan dengan Bang Burhan di depan kantin Taman Budaya, lagi-lagi dengan wajah murung (paragraf 15).
b.    Malam
Latar malam lagi-lagi digambarkan si pengarang secara implisit seperti dalam kutipan berikut:
Bang Burhan mengantarnya sampai ke mobil sedan yang parker di depan Rex. Setelah mobil itu ditelan malam, Bang Burhan kembali kembali ke tempat duduk kami (paragraf 23).
Selain implisit latar malam juga digambarkan secara eksplisit oleh si pengarang. Lihat kutipan berikut:
Mataku memandang lampu kendaraan yang lalu lalang di depan Rex, berbaur dengan lampu toko-toko dan dua hotel yang mengelilinginya. Lampu-lampu itu membentuk lautan cahaya yang tak habis-habisnya (paragaf 26).

·      Tema
Tema merupakan omensional yang amat penting dari suatu cerita, karena dengan dasar itu pengarang dapat membayangkan dalam fantasinya bagai cerita akan dibangun dan berakhir. Dengan adanya tema pengarang mmpunyai pedoman dalam ceritanya pada sasaran. Jadi, tema adalah ide sentral yang mendasari suatu cerita, tema mempunyai tiga fungsi yaitu sebagai pedoman pengarang dalam menggarap cerita, sasaran/tujuan penggarapam cerita, dan mengikat peristiwa-peristiwa cerita dalam suatu alur.
Dalam karangan fiksi acapkali diwujudkan secara implisit dan eksplisit. Perwujudan tema secara implisit (tersirat) yaitu tema cerita tersembunyi atau tersirat dalam isi cerita, sehingga untuk menemukan tema orang barulah membaca cerita dengan cermat. Sedangkan perwujudan tema secara eksplisit (tersurat) yaitu tema cerita langsung diketahui oleh pembaca.
Di dalam suatu cerita tema mungkin tersirat dalam penokohan (lakuan tokoh), didukung oleh pelukisan latar ataupun terungkap dalam bidang dialog (tokoh utama). Tema suatu cerita umumnya mempersoalkan kehidupan manusia (segi-segi kejiwaan, sosial politik, kemasyarakatan, dan sebagainya) yang dijabarkan secara konkrit oleh pengarang dalam topik-topik cerita; (topik disini adalah ide/gagasan cerita yang lebih nyata/khusus sebagai penjabaran dari tema).
Tema dalan cerpen Tua karya Mustafa Ismail adalah keadaan yang tak mengenal masa tua. Tema tersebut sedikit tersirat pada kutipan berikut:
Aku ingin menjawab bahwa sesungguhnya Bang Burhan sudah tua. Umurnya sudah 73 tahun. Tapi mulutku sangat susah untuk bicara aku takut melukai hatinya, hati seorang kawan yang kembali jatuh cinta (paragraf 28).

·      Amanat
Dalam sebuah karya sastra, amanat dapat diungkapkan secara eksplisit (terang-terangan) dan secara implisit (tersirat), bahkan ada amanat yang tidak nampak sama sekali. Pencarian amanat identik dengan teknik pencarian tema, oleh sebab itu amanat merupakan karakteristik dari tokoh.
Amanat ( berisi pesan-pesan pengarang bagi si pembaca cerita), dalam cerpen Tua karya Mustafa Ismail ini terdapat beberapa hal yang sifatnya menjadi amanat atau pesan yaitu sebagai berikut:
1.      Pesan moral bagi pembaca bahwa walau sudah tua tetapi semangat harus tetap tinggi. Hal ini terbukti dengan adanya penggalan cerita bahwa salah seorang tokoh yakni Bang Burhan yang sudah tua masih berani untuk menikah lagi dengan perempuan yang masih muda.
2.      Optimisme dalam hidup harus tetap ada, menjadi penyair dan digandrungi banyak orang adalah tolak ukur keberhasilan kita. Maka kreativitas sangat dibutuhkan untuk menopang keberhasilan hidup.
3.      Masa tua bukanlah halangan untuk tidak berkarya dan mengkomunikasikan diri dalam hubungan sosial, keduanya harus bisa terjalin, maka jalanilah hidup ini seperti arus.

Unsur Ekstrinsik
Unsur ektrinsik merupakan unsur yang membangun karya sastra dari luar. Artinya, sebuah karya sastra juga didukung oleh faktor-faktor yang sifatnya eksternal yang kemudian mendukung karya sastra tersebut. Unsur ekstrinsik dalam karya sastra misalnya, gaya bahasa atau gaya penceritaan, nilai-nilai sosial, budaya dan sebagainya yang memungkinkan karya tersebut berhubungan dengan kehidupan sosial. Berikut uraian telaah unsur ekstrinsik karya sastra cerpen Tua karya Mustafa Ismail.
·      Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam perspektif karya sastra merupakan penggambaran bagaimana seorang penulis mencitrakan tulisannya sekaligus menyampaikannya dengan bahasa yang lugas namun masih dalam garis sopan santun yang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Cerpen Tua karya Mustafa Ismail adalah cerita pendek yang memiliki gaya bahasa/penceritaan yang lugas, sederhana, lucu dan hampir dengan bahasa yang dipakai masyarakat pada umumnya. Cerita ini juga dikemas dengan bahasa yang asyik dan ringan sehingga dalam sekali baca, pembaca langsung dengan mudah memahami. Tidak banyak metafora dan pengandaian dalam penceritaannya sehingga cerpen ini lekat dengan cerita pada kehidupan sehari-hari.

·      Nilai Sosial
Cerpen Tua karya Mustafa Ismail adalah cerpen yang mengantarkan para pembaca cerpen di satu titik penemuan nilai-nilai dalam konstruksi kehidupan sosial. Rangkaian cerita yang begitu padat dengan mengetengahkan kejadian yang terjadi di lingkungan masyarakat saat ini yaitu masalah cinta di usia tua serta image tua dalam kontur kehidupan sosial sering mengalami pemetaan pada beberapa tingkat memaknai hidup bermasyarakat. Selain itu pula rangkaian ceritanya tidak terlalu sulit untuk dipahami dan ditelaah isi, maksud, dan pesan yang ingin disampaikan penulisnya kepada para pembaca.

·      Nilai Budaya
Nilai budaya dalam cerpen Tua karya Mustafa Ismail ditemui pada contoh kasus yang sering terjadi dalam kehidupan sosial, di mana kaum “tua” (lanjut usia) sering dilekatkan dengan kondisi terpinggirkan. Budaya yang kemudian orang mengartikannya sebagai tradisi sikap dan tindakan manusia, selanjutnya berhasil digambarkan oleh penulis cerpen ini. Di mana penulisnya menggambarkan budaya orang yang selalu menganggap remeh kreativitas, terlebih lagi jika hubungannya dengan kehidupan percintaan yang orang-orang senantiasa mengatakan “tak layak”.
Garis budaya yang coba dikritik penulisnya pada dasarnya bagian dari catatan kegelisahan terhadap sikap hidup masyarakat saat ini yang tidak memikirkan selera hidup tiap orang, tetapi hanya melihat pada sudut pandang benar salah, layak dan tidak layak, serta tabu dalam bingkai kehidupan masyarakat.




DAFTAR PUSTAKA

Darmiani, Elly. 2008. Proposal Penelitian : Tokoh dan Penokohan dalam Novel “Dalam Mihrab Cinta”  karya Habiburrahman El Shirazy. Kendari: FKIP UNHALU.
Nur Iman, Waode. 2008. Skripsi : Analisis Naskah Drama “Marsinah Nyanyian Duri Bawah Tanah” karya Ratna Sarumpaet. Kendari: FKIP UNHALU.
Pradotokusumo, Partini S. 2002. Pengkajian Sastra. Bandung: Wacana.
Ratna, Nyoman Kuntha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sayuti, Suminto A. Apresiasi Prosa Fiksi. 1996. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Udu, Sumiman. 2008. Sejarah Sastra (Buku Mahasiswa). Kendari: FKIP UNHALU.
Z. F, Zulfahnur, dkk. Teori Sastra. 1996. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

You Might Also Like

0 comments: